Menjadikan diri sendiri unggul dimata Allah SWT yaitu dengan cara berhusnudhon dengan segala kekuasaan Allah SWT, menjauhi segala apa yang dilarangNya, menjalani segala sesuatu yang menjadi kewajiban kita sebagai hamba Nya.
“Orang Mukmin yang paling utama keislamannya adalah mana orang-orang Muslim selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya dari orang-orang Muslim lainnya; orang Mukmin yang paling utama keimanannya adlah orang yang paling baik di antara mereka perangainya; orang berhijrah yang paling utama adalah mereka yang berhijrah dari segala sesuatu yang dilarang Allah Ta’ala; dan jihad yang paling utama ialah orang yang berjihad (mengendalikan) nafsunya dalam Dzat Allah.” (HR. Thabrani).
Raihlah Sifat-Sifat Hamba Allah
Dari hadits tersebut dapat ditarik
beberapa poin bahwa, untuk menjadi Mukmin yang paling utama kita harus
benar-benar menjaga lisan dan tangan, kemudian benar-benar menjaga
akhlak, berhijrah dan berjihad.
Secara spesifik sifat Mukmin yang utama itu Allah Ta’ala uraikan dalam Surah Al-Furqan ayat 63 hingga ayat 67.
Pertama, Mukmin yang utama itu
memiliki sifat rendah hati alias tidak sombong, sehingga lisan dan
tangannya tidak mungkin akan berbuat jahat.
خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً
“Orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati,” (QS. 25: 63).
Menurut Ibn Katsir, yang dimaksud adalah
orang Mukmin yang hidup dengan ketentraman dan kewibawaan, tanpa
otoriter dan kesombongan, seperti Allah tegaskan dalam Surah Luqman ayat
18, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.”
Kedua, tidak mengatakan apa pun, bahkan terhadap orang bodoh sekali pun selain kebaikan (keselamatan.
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا
“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. 25: 63).
Artinya, hamba Allah itu apabila mendapat
umpatan, cacian, hinaan dan makian selalu segera membuka pintu maaf lalu
membiarkannya. Bahkan enggan untuk terprovokasi lalu membalas ucapan
buruk itu dengan keburukan yang sama. Justru balasan yang diberikan
adalah perkataan yang baik.
Ketiga, senantiasa bangun di tengah malam.
وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّداً وَقِيَاماً
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka”
(QS. 25: 64). Mukmin yang paling utama itu senantiasa bangun di malam
hari untuk bersujud, taubat, dan memohon pertolongan kepada Allah
Ta’ala.
Bahkan dalam ayat yang lain Allah tegaskan,
كَانُوا قَلِيلاً مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam, mereka memohon ampunan.” (QS. 51: 17-18).
Keempat, senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari adzab neraka Jahannam. “Dan orang-orang ang berkata;
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَاماً
“Ya Rabb kami, jauhkanlah adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzab-Nya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (QS. 25: 65).
Artinya, Mukmin yang paling utama itu
memiliki sifat sangat hati-hati dalam kehidupannya, jangan sampai apa
yang diucapkan dan dilakukan justru menjerumuskannya pada siksa api
neraka Jahannam. Jadi, ada kewaspadaan tingkat tinggi agar tetap dalam
iman dan Islam.
Kelima, senantiasa berinfak di
jalan Allah dengan prinsip pertengahan, yakni tidak terlalu sering atau
banyak namun juga tidak terlalu jarang atau sedikit. “Dan orang-orang
yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak
(pula) kikir” (QS. 25: 67).
Menurut Ibn Katsir yakni tidak terlalu
boros dalam mengeluarkan infak, melainkan selalu diatur sesuai
kebutuhan, tidak membiarkan keluarga mereka, menurunkan hak-hak keluarga
mereka, mereka berlaku adil dan baik, dan sebaik-baik perkara adalah
pertengahan, tidak boros (berlebihan) dan tidak kikir (kurang).
Namun demikian Hasan Al-Bashri berkata,
“Tidak ada istilah berlebihan dalam berinfak di jalan Allah.” Sementara
itu Iyas bin Mu’awiyah berkata; “Apa yang dibolehkan dalam
(melaksanakan) perintah Allah Ta’ala adalah berlebihan (dalam infak).”
Sebaliknya, istilah berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta menurut
Ibn Katsir hanya ketika seseorang bermaksiat kepada Allah Ta’ala.
Dengan kelima sifat-sifat hamba Allah
tadi, tentu tidak ada waktu lagi bagi seorang Muslim dalam 24 jam untuk
berpikir, apalagi berniat dan berencana lalu berbuat zalim. Berkata
tidak penting (buruk), berbuat kejam, aniaya dan zalim, lebih-lebih
memelihara kebodohan dan kesombongan.
Sungguh detik demi detik yang dilaluinya
akan digunakan sepenuhnya untuk bagaimana bisa sukses menjadi Mukmin
yang paling utama di sisi-Nya. Karena tidak ada perkara yang paling
penting daripada menjadi Mukmin yang paling utama di sisi-Nya.*/Imam Nawawi
Sekian dari Saya, Selamat Membaca & Semoga Bermanfaat aamiin.............